
Sobat Blog Hot-motivasi! Sadar
gak sadar, pasti pernah deh kita menjadi seperti gula pasir yang
mengatakan "andai aku seperti sirop!" Ingin dihargai, ingin dilihat,
lalala. Dan memang gak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Allah yang
bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini
membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirop.
Masalahnya
sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai
manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah
mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak
menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma
menyebut, “Ini teh manis.” Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.
Begitu
pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang
mengatakan campuran itu dengan ‘kopi gula pasir’. Melainkan, kopi manis.
Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan
roti.
Gula
pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan. Ia
cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan
sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan
perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda
sekali dengan sirop.
Dari
segi eksistensi, sirop tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih
terlihat. Manusia pun mengatakan, “Ini es sirop.” Bukan es manis. Bahkan
tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, “Es
sirop mangga, es sirop lemon, kokopandan, ” dan seterusnya.
Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirop, “Andai aku seperti kamu.”
**
Sosok
gula pasir dan sirop merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang
giat berbuat banyak untuk umat. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan
untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling
berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir.
Kalau
saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap
tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirop
dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir. Kalau saja para pegiat
kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, “Andai
aku seperti sirop!” ^__^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar