Selasa, 25 Februari 2014

MENGISI LIBURAN DENGAN STUDENT EXCHANGE KE MALAYSIA



Foto: Aryan Danil Mirza. BR (kiri) & Deris  Astriawan (kanan)
Banyak cara yang dilakukan oleh Mahasiswa Unila dalam mengisi liburan semester ganjil ini, salah satunya seperti cara unik yang dilakukan oleh dua Mahasiswa Pendidikan Ekonomi angkatan 2012, Yaitu Aryan Danil Mirza. BR dan Deris astriawan. Keduanya memilih mengisi liburan semester dengan mengikuti Student Exchange Program To Malaysia 2014. Kegiatan yang diinisiasi oleh Universiti Malaya, yang tidak lain merupakan Universitas top nomor satu di Malaysia ini diselenggarakan sebagai wujud pengenalan sistem akademik dan kebudayaan Malaysia.

Awalnya keduanya tidak menyangka dapat lolos dalam seleksi kegiatan berskala Internasional ini. Banyaknya peserta yang mengikuti test ditambah dengan rumitnya alur test yang harus dilewati menjadikan keduanya pesimis mampu lolos dalam proses seleksi tersebut.  Namun Berbekal kemampuan bahasa Inggris dan pengalaman organisasi di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan, akhirnya keduanya dapat terpilih sebagai peserta kegiatan di kuala Lumpur Malaysia ini bersama dengan dua orang mahasiswa Unila lainnya yaitu Ahmad khairudin syam (Gubernur FMIPA) dan Muhammad Akbar (Menkominfotek BEM U). 

Bagi Aryan sejatinya kesempatan ini Sungguh merupakan suatu karunia dan nikmat Allah yang sangat besar. Bagaimana tidak, jikalau satu tahun lalu Ia dibuat Iri bukan kepalang menyaksikan salah seorang mahasiswa Unila angkatan 2011 berangkat untuk Student Exchange ke Australia. Hingga ia berazam dalam dirinya bahwa satu tahun ke depan dirinyalah yang mesti merasakan euforia pengalaman berharga tersebut. Dan Alhamdulillah azam tersebut kini telah terwujud. Maka nikmat tuhan manalagikah yang akan kita dustakan?


Bersama Ketua PPI (Persatuan Pelajar Idonesia)
 Universiti Malaysia (Kaos Orange)
Lain Aryan, lain pula deris. Mahasiswa berkacama satu ini dulu tidak begitu senang mengikuti kegiatan organisasi semasa di sekolahnya. Namun semenjak kuliah di  Unila, maindsetnya berubah 180 derajat hingga kini menjadi seorang aktifis kampus. Dan ternyata pilihannya berbuah manis. Berkat hasil menimba pengalaman berorganisasi tersebutlah yang menghantarkanya kepada kesempatan emas ini.  Namun tetap bagaimana seapik mungkin Ia mesti menyeimbangkan porsi antara kuliah dan organisasi. Dan untungnya kegiatan Student Exchang ke Malaysia ini diselenggarakan bertepatan dengan masa liburan semester ganjil di kampus. Sehingga tidak mengganngu proses perkuliahan.

Selama di Malaysia, keduanya mendapat banyak pelajaran berharga. Di antaranya adalah dalam pengajaran sistem akademik, Ternyata Malayasia telah menerapkan kewajiban penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah mulai dari jenjang dasar, menengah hingga tinggi. Adapun bahasa melayu dilarang digunakan di kelas. Hal inilah yang melatar belakangi banyaknya kata dalam bahasa Malaysia yang merupakan serapan dari bahasa inggris. Selain itu, kita dapat dengan mudah menjumpai di sudut sudut perbelanjaan, sebagian besar Penjaga tokonya yang notabene hanya lulusan sekolah menengah namun mampu fasih berbicara bahasa inggris. Hal yang sangat langka kita jumpai di Negara kita ini.  


Bersama Ketua Majelis Perwakilan Pelajar (semacam Presiden BEM) 
Universiti Malaya (Kemeja Hitam di tengah)
Dari sisi kebudayaan, Secara garis besar malaysia mempunyai 3 etnis, yaitu etnis melayu, cina dan india yang masing masing hidup rukun disatukan semboyan satu malaysia. Sedikit mirip dengan semboyan indonesia bhineka tunggal ika, namun Beginilah multi kulturalnya Malaysia dibangun. Salah satu Hal yang mungkin  sulit kita dapati di Indonesia, yaitu Di Kuala Lumpur Malaysia terdapat kawasan Little India, salah satunya di Brickfields dekat KL sentral. Ketika mengunjungi lokasi ini maka jangan heran jika suguhan yang terdapat di depan mata semua berbau India, mulai dari bangunan di sepanang jalan, Bau Makanan, lagu nyanyian hingga video yang diputarpun semua bernuansa India. Hingga sampai sampai kita akan merasa sedang berada di India, dan bukan Malaysia. Begitu pula halnya kawasan Chinatown, kita akan disuguhi suasana negeri tiongkok lengkap dengan Barongsainya. 

Secara geopolitis, Malaysia merupakan Negara berkembang yang memiliki kekurangan penduduk. Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang diprediksi akan mengalami ledakan penduduk dalam jumlah besar pada 2025 nanti. Yang mana bila hal ini tidak ditata dengan baik maka akan menjadi bumerang tersendiri bagi Negara kita. Kita ingat bagaimana pada tahun 1980 s/d 1990an Malaysia mendatangkan Guru guru asal Indonesia dalam jumlah yang masif, turut pula di dalamnya banyak Alumni kampus FKIP Unila kita. Namun kini kita lihat bagaimana Malaysia mampu mengakselarisasikan perkembangan penduduknya hingga rata rata Pemuda Malaysia mengenyam pendidikan tinggi. Dan kini Malaysia banyak mendatangkan pekerja kasar, seperti buruh bangunan, Pelayan warung makan, Petugas kebersihan serta pembantu rumah tangga dari negara Indonesia. Miris memang kenyataannya.

Menara Kembar Petronas (Ikon Negara Malaysia)
Namun dalam sisi, kebebasan berpendapat Malaysia tertinggal satu langkah dibelakang kita. Dapat dikatakan Malaysia saat ini adalah seperti Indonesia pada zaman Orde baru pemerintahan Presiden Soeharto. Mahasiswa tidak memiliki kekuatan untuk unjuk gigi menyuarakan aspirasi rakyat. Untuk demontrasi sekalipun, mahasiswa dibayang bayangi dengan jeruji penjara. Kebebasan berpendapat ditiadakan. Begitupun berita pers banyak yang dibredeli. Hal ini tidak diperoleh dari isi materi kegiatan Studen Exchange tersebut, Akan tetapi dari sharing pendapat dengan Ketua Majelis Perwakilan Pelajar (semacam presiden BEM Universiti Malaya).

Yah memang jika dibandingkan antara Malaysia dan Indonesia pasti terdapat kelebihan dan kekurangan  di masing masing pihak. Begitu pula pengalaman selama mengikuti kegiatan Student exchange tidak selamanya manis seperti. Terdapat juga hal yang kurang menyenangkan, seperti halnya soal cita rasa makanan yang sedikit berbeda dengan kuliner negeri ini. Mahasiswa Asal Indonesia saja disana butuh proses adaptasi lidah selama kurang lebih satu tahun. 

Semoga pengalaman ini dapat menginspirasi kawan kawan Mahasiswa yang lain!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar