Jumat, 25 Oktober 2013

Si Tampan Mushab bin Umair


Si Tampan Yang Manja


Dia salah satu sahabat Rasulullah. Usianya masih sangat muda. Pada mulanya dia anak seorang yang saaangat amat kaya. Pakaiannya bagus dan potongan rambutnya tertata rapi. Dia juga sangat terkenal kerena memiliki wajah yang tampaaan banged. Sobat Nida ada yang tau, siapakah pemuda tampan ini?

Yap, pemuda ini bernama Mush'ab bin Umair.

Saat itu bersama orang tuanya, Mush'ab adalah penganut agama jahiliyah; penyembah berhala. Dia mendengar Nabi Muhammad saw mengajarkan agama yang berbeda dengan agama orang Mekah pada umumnya. Dia pun bertanya kepada beberapa orang tentang Nabi Muhammad saw.

Saat itu Nabi melakukan dakwah agamanya dengan diam-diam untuk menghindari kaum musyrikin yang memusuhinya. Dia pergi ke Bukit Shafa untuk mengintai. Dia melihat Nabi memasuki rumah Arqam bin Abu Arqam. Mush'ab pun menoleh ke sana kemari. Melihat kalau-kalau ada orang. Ketika dia yakin tidak ada orang yang melihatnya, dia bergegas menuju rumah Arqam.

Ayat-ayat suci Al Quran terdengar dari dalam rumah itu, diucapkan oleh Nabi Muhammad saw. Bergetar dada Mush'ab. Ayat-ayat suci yang dibacakan oleh Nabi telah mengguncangkan jiwanya. Tercetus dalam hatinya, niatan beriman kepada Rasulullah. Itulah awal Mush`ab bin Umair masuk Islam.

Selanjutnya dia selalu datang ke tempat itu. Tentu saja dilakukan diam-diam. Dia belajar langsung kepada Nabi utusan Allah. Pada suatu hari, ketika matahari sudah condong ke Barat. Mush`ab sedang menuju ke rumah Arqam. Ia merasa tidak ada orang yang melihatnya, tetapi sebenarnya ada seorang lelaki mengintainya.

Karena marahnya, Usman bin Talhah sang pengintai melaporkan hal itu kapada Khunas binti Malik, ibu dari Mus`ab bin Umair. Tentu saja Khunas marah mendengar berita itu. Selain itu Khunas merasa terpukul karena Mus`ab adalah anak yang sangat dimanjakan. Kini tiba-tiba dia menjadi pengikut Muhammad yang mengaku sebagai Nabi itu.

Ketika Mush`ab sampai di rumahnya, di sana banyak berkumpul orang-orang Mekah yang cukup terpandang. Khunas menegur anaknya, “Apa yang kau lakukan di luar rumah ini anakku?”

Tak lama kemudian Mush`ab sadar, ibunya telah tahu apa yang dilakukannya selama ini. Percuma ia membantah, tak akan ada yang mempercayainya. Pasti sudah ada mata-mata ibunya yang menyaksikannya di rumah Arqam.

“Aku telah menganut agama Islam,” kata Mush`ab berterus terang. Bagai disambar petir di siang bolong, Khunas binti Malik mendengar pengakuan anaknya.

“Kau telah diracuni ajaran sesat!” jerit Khunas.

“Allah Maha Besar! Dalam hatiku telah bersemayam iman kepada-Nya dan kepada rasul-Nya,” Mush`ab lalu membacakan ayat-ayat suci Al Quran yang diajarkan oleh Nabi. Sesaat orang-orang terpana mendengarnya. Tetapi kekafiran mereka segera menolak kebenaran ajaran itu.

Khunas semakin marah dan ia segera menyuruh para pengawalnya untuk memenjarakan Mush`ab. Itulah nasib yang harus dialami Mush`ab. Ujian bagi keimanannya telah dimulai. Orang-orang suruhan ibunya menjaga siang malam. Dia diberi makan dan minum sekadarnya.

Khunas berharap anaknya sadar karena penderitan itu. Mau meninggalkan ajaran Muhammad dan kembali menyembah Al Latta dan Al Uzza (nama-nama berhala yang mereka sembah). Tetapi bisakah iman dihati Mush`ab terkikis karena penderitaannya itu? Sekalipun ia harus menderita dalam penjara buatan ibunya sendiri, ia pantang menyerah.

Jubah Usang Penuh Tambalan

Berbulan-bulan lamanya Mush`ab terpenjara. Terputus hubungan dengan kaum muslimin di luar sana. Mush`ab terus-menerus mencari akal untuk melarikan diri. Dia berlagak tak berdaya di hadapan para penjaganya. Tetapi sebenarnya terus berusaha bagaimana bisa meloloskan diri dari penjara itu.

Kesempatan itu tiba. Dia lari sejauh-jauhnya bergabung dengan orang muslimin yang akan pergi ke Habasyah dan bersembunyi. Tak lama setelah kembali ke Mekah, Mush`ab diketahui oleh orang-orang ibunya. Orang-orang itu melapor kepada Khunas binti Malik. “Bawa kembali dan kurung dia!” seru Khunas. Tetapi apa yang terjadi? Sekali ini Mush`ab melawan. “Aku bersumpah akan membunuh siapa saja yang akan mengembalikanku ke penjara ibuku!” seru Mush`ab. Orang-orang suruhan Khunas pun tidak berani mendekatinya.

Khunas sangat kecewa, tapi kasih sayang ibu tidak dapat begitu saja lenyap. “Anakku, telah banyak kesalahanmu kepada ibu. Telah berulang kali kau mengecewakan dan melukai hati ibu, tetapi biarlah ibu memaafkan semua kesalahanmu.”

Terharu juga hati Mush`ab mendengarnya. Bagaimanapun dia sayang kepada ibunya. “Terima kasih ibu,” bisik Mush`ab dengan air mata bercucuran, “Tetapi aku tetap pada keimanku. Ibu tidak bisa mengubahnya sedikit pun”.

“Lihatlah keadaanmu itu. Pakaianmu compang-caping, tubuhmu kotor, hidupmu terlunta-lunta tak karuan. Semua itu karena kesesatanmu. Kembalilah kepada ibu, keluargamu, dan agamamu.”

“Hanya Islam agamaku. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah!”

“Terkutuk!” seru Khunas dengan kalapnya, “Pergilah sesukamu! Pergilah menjadi gelandangan miskin! Sejak saat ini kau bukan lagi anakku!”

Betapa perih hati Mush`ab. Siapa tak perih harus kehilangan ibu dengan cara begitu. Mush'ab pergi membawa luka hatinya. Allah telah menutup hati dan pendengaran Khunas binti Malik.  Berbulan-bulan kemudian Mush`ab pun hilang dari pembicaraan orang. Tak ada yang tahu dia ke mana. Ibunya pun tak mau tahu lagi tentang anaknya yang sesat menurut pandangannya itu.

Pada suatu hari, kaum muslimin sedang berkumpul bersama Nabi Muhammad saw. Mereka duduk di sekeliling Nabi. Ada seorang lelaki datang mengucap salam. Kaum muslimin serentak menjawab. Dan siapakah yang bersalam itu?

Lelaki yang bersalam itu berambut kusut. Warna rambut itu kelabu. Tubuhnya kotor penuh debu. Pakaiannya hanya selembar jubah usang yang penuh tambalan di sana-sini. Dia tampak sangat miskin, lapar dan barangkali dia gelandangan.

Tetapi suaranya masih dikenal kaum muslimin. Hanya suaranya. Wujudnya telah berubah sedemikian rupa sehingga orang tidak mengenalinya lagi. Itulah Mush`ab bin Umair sekarang. Telah hidup terlunta-lunta. Anak manja yang biasa hidup berkecukupan, tak kurang apapun. Kini menjelma menjadi lelaki kumal seperti itu.

Meneteslah air mata beberapa orang yang menyaksikan penampilan Mush`ab. Nabi memandangi Mush`ab sesaat. Lalu bersabda, “Dulu saya lihat Mush`ab ini tidak ada yang mendinginya dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya. Kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya”.

Tetapi Mush`ab tidak merasa sedih. Justru ia sangat gembira karena bisa berkumpul dengan saudara-saudaranya sesama muslim dan bersama Nabi pilihan Allah yang diimaninya.

Pembawa Bendera Muslimin


Setelah Mush`ab dipilih oleh Rasulullah menjadi duta Islam di Madinah, semakin banyak pengikut Islam di Madinah. Beberapa tahun kemudian Rasulullah dan para sahabat serta pengikutnya berhijrah dari Mekah ke Madinah.

Pada suatu saat tibalah masa untuk berjihad bagi mereka dalam perang Uhud. Seluruh strategi telah disusun oleh Rasulullah sebagai panglima perang pada waktu itu. Perang ini sungguh seru karena kekuatan kaum muslimin yang hanya 600 orang harus melawan pasukan kuda yang terlatih dengan jumlah 3000 orang.

Ketika perang berlangsung pada awalnya dikuasai oleh kaum muslimin, namun karena kelengahan dari para prajurit, maka kaum muslimin pada waktu itu terkepung. Sebagian besar prajurit pada waktu itu terpaksa melindungi Nabi Muhammad saw.

Dengan otak yang cerdas, Mush`ab yang pada waktu itu memegang bendera muslimin di barisan depan berpikir dengan cepat. Kemudian beliau berlari ke tempat yang berlawanan arah dengan Nabi Muhammad dengan maksud menarik perhatian lawan. Mush`ab pada waktu itu berhasil menarik perhatian lawan, sehingga hampir semua lawan menuju ke arahnya. Namun apalah daya Mush`ab.

Seorang diri menghadapi musuh sebanyak itu. Datang seorang berkuda menghadapinya, orang itu kemudian mengayunkan pedangnya dan membabat tangan Mush`ab yang memegang bendera. Bendera itu jatuh namun Mush`ab berusaha memegang bendera dengan tangan sebelahnya. Kemudian tangan yang memegang bendera itu pun ditebas oleh lawan. Namun Mush`ab tidak menyerah, beliau memegang bendera itu dengn kedua tangannya yang buntung dan berlumuran darah. Diambilnya bendera itu sambil membungkuk.

Mush`ab terus mengamuk dan mengucapkan kalimat tauhid secara berulang-ulang hingga tombak musuh menghujam di seluruh tubuhnya. Gugurlah ia sebagai pahlawan Islam yang membela nabinya dengan sepenuh jiwa raganya.

Ketika perang usai, Nabi meninjau bekas medan laga itu. Betapa pilu hati Nabi ketika melihat jenazah Mush`ab bin Umair. Kemudian beliau menyuruh menutupi jenazah itu dengan selembar kain burdah. Kain itu ditutupkan, tetapi tidak cukup. Bila ditutupkan ke kakinya maka kepalanya tidak tertutup. Bila ditutupkan ke kepalanya maka kakinya kelihatan. Karena tidak cukup maka Nabi menyuruh untuk menutupi kakinya dengan rumput Idzkhir.

Sabda Rasulullah saw, “Ketika di Mekah dulu, tak seorangpun kulihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada Mush’ab bin Umair. Kini rambutnya kusut masai, hanya tertutup sehelai kain burdah…”

Ini sih beneran WOW, ya, Sob... *plis nggak pake koprol* Seorang pemuda tampan kaya raya harum semerbak se-seantero Mekah, rela meninggalkan semua kemewahan yang melekat padanya demi agama yang dia yakini. Hmmm... udah sejauh manakah pengorbanan kita demi Islam nan mulia? *kaca mana kaca?*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar