Minggu, 12 Oktober 2014

Cerita Sepiring Nasi Goreng Gratis untuk Ibu Hamil

 Aktivitas menggoreng nasi itu sudah diakrabi Suyoto hampir dua tahun terakhir ini. Sejak itu, racikan bumbu dan penggorengan panas hampir tak pernah absen dari kedua tangannya. Sepintas Suyoto memang serupa dengan pedagang nasi goreng pinggir jalan lainnya. Hanya satu yang beda: Suyoto tak berpikir dua kali memberi nasi goreng gratis pada ibu hamil.

"Kita sebagai umat Islam harus banyak-banyak beramal. Kalau orang kaya kan punya harta. Kalau saya orang susah, punya nasi goreng ya beramal dengan nasi goreng. Saya senang kalau bisa memberi pada ibu hamil," kata Suyoto.

Hal itu disampaikan pria kelahiran Semarang 16 Juni 1963 itu kepada detikcom, Selasa (6/12/2011).

Bagi dia memberi nasi goreng gratis pada ibu hamil yang makan di warung tendanya adalah kebahagiaan tersendiri. Suyoto membayangkan, calon bayi yang ada di perut ibu hamil turut memakan nasi goreng bikinannya. Karena dilandasi niat tulus memberi, dia berharap kelak anak-anak yang dilahirkan ibu hamil yang sempat mampir di warungnya tumbuh sebagai anak yang baik, berbakti pada orang tua dan juga senang beramal pada sesama.

"Kalau dalam sehari ada 15 ibu hamil yang makan di warung saya, akan tetap saya beri gratis. Memang sudah niat saya memberi nasi goreng gratis pada ibu hamil yang makan di tempat," tuturnya.

Tidak takut rugi? "Saya tidak pernah merasa dirugikan dengan ini. Semakin banyak ibu hamil yang makan di warung saya, saya merasa semakin banyak rezeki yang saya dapat," ucap pria yang rambutnya mulai memutih ini.

Tidak setiap hari selalu ada ibu hamil yang mampir ke warung nasi goreng Suyoto yang berada di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan ini. Tapi malam itu ketika detikcom menyambangi warung Suyoto, kebetulan ada ibu hamil yang sedang makan di sana.

"Yang dimakan Mbak, gratis," ujar istri Suyoto saat ibu hamil itu hendak membayar makanannya.

"Lho kenapa?" ucap perempuan berbadan dua itu dengan wajah bingung.

"Untuk ibu hamil memang gratis. Ini sudah kami tulis di sini," ucap istri Suyoto sambil menyodorkan daftar menu.

 
Di bagian paling bawah daftar menu memang tertulis 'Khusus ibu hamil makan gratis'. Melihat itu, sang ibu hamil pun mengangguk mengerti.

Suyoto bersyukur nasi gorengnya bisa diterima masyarakat. Awalnya dia hanya menjual nasi goreng biasa. Namun perlahan, dia mulai 'berkreasi' dengan nasi goreng bikinannya. Ada nasi goreng teri, nasi goreng pete, nasi goreng kambing, nasi goreng seafood dan sebagainya.

"Tambahan ati ampela, ikan asin dan sebagainya ini juga masukan dari konsumen. Kata mereka, kalau dasar nasi gorengnya sudah enak, mau ditambahi apa saja tetap saja enak," lanjut ayah dua anak ini.

Dari nasi goreng, Suyoto mampu membiayai pendidikan kedua anaknya. Anak sulungnya kuliah kebidanan di Solo sedangkan anak bungsunya masih SMA. Bagi dia, mampu membayar kuliah anaknya adalah suatu rezeki yang tak henti-hentinya dia syukuri.

Sebelum membuka warung nasi goreng, Suyoto lama membuka warung rokok kecil-kecilan. 7 Tahun dia mengelola warung rokoknya itu. Sebelum menjalani aktivitas dagang, Suyoto dan istrinya sempat bekerja di pabrik garmen. Bahkan Suyoto pernah menduduki posisi sebagai supervisor. Sayang, pabrik tempat dia mencari makan gulung tikar.

"Sesuatu itu selalu bermula dari yang kecil. Kalau mau berhasil harus mau usaha. Semua itu tergantung orangnya. Kalau tekun, rajin dan disertai doa, saya yakin pasti bisa berhasil," tutur Suyoto.

Dia berharap suatu saat nanti bisa memiliki warung nasi goreng di bangunan permanen, sehingga bisa lebih nyaman. Jika selama ini warung nasi gorengnya tak punya nama, dalam waktu sebulan ke depan dia akan memberi nama warungnya 'Sadakur'. Dia baru sadar, identitas pun memegang peranan penting saat membuka usaha.

"Sadakur itu artinya sabar dan bersyukur. Keinginan saya lainnya adalah bisa buka cabang di tempat lain dan bisa menjalankan rukun Islam ke-lima, naik haji," harapnya.

Bagi Suyoto, mencari makan dengan berdagang adalah aktivitas yang menyenangkan. Sebab dia bisa mengatur sendiri waktu kerjanya dan tidak tergantung pada atasan. Bahkan jika mungkin, Suyoto ingin membuka lapangan kerja bagi orang lain.

"Suatu hari nanti saya ingin bisa menulis buku. Ingin membagi kisah saya dengan orang lain. Dan sampai kapan pun selama saya jualan nasi goreng, saya akan tetap memberi gratis untuk ibu hamil. Benar, rezeki itu tidak tertukar," ucap Suyoto.

Sumber: http://imampriestian.blogspot.com/2011/12/jakarta-aktivitas-menggoreng-nasi-itu.html

Baca SelengkapnyaCerita Sepiring Nasi Goreng Gratis untuk Ibu Hamil

24 Tahun Rela Mencicil Hutang, Demi Biayai Istri yang Sakit

Mei Guanghan (66) 24 tahun lalu meminjam uang sebesar 70.000 yuan atau sekitar Rp 124 juta dari puluhan tetangganya di Desa Tingpang, Provinsi Zhejiang, China, untuk biaya pengobatan istrinya. Sejak saat itu, satu-satunya tujuan hidup Guanghan adalah membayar lunas utangnya kepada semua tetangga yang telah membantunya.

Dulu, Guanghan, istrinya, Ren Chun'ai, dan seorang putri berusia 15 tahun hidup berkecukupan dan bahagia. Namun, kehidupan pria ini berubah pada April 1990 ketika sang istri pergi ke kota untuk membeli makanan. Ren Chun'ai mengendarai traktor untuk pergi ke kota. Dalam perjalanan pulang, dia terlibat kecelakaan yang cukup fatal.

"Di pegunungan dua traktor berjalan dengan arah yang sama. Saya membelokkan traktor, tetapi rodanya tergelincir dan saya terjatuh ke dalam lembah," kenang Ren Chun'ai.

Saat jatuh, Ren menghantam bebatuan yang kemudian menyebabkannya koma. Biaya pengobatan untuk menyelamatkan Ren sangat besar dan tak bisa ditanggung pendapatan Guanghan yang hanya seorang petani biasa.

Karena cintanya yang besar kepada sang istri, Guanghan akhirnya harus mengetuk pintu setiap rumah tetangga di desanya untuk meminjam uang berapa pun yang mereka punya demi membayar biaya perawatan sang istri.

Tak hanya meminjam, Guanghan mencatat nama semua orang yang membantunya dan jumlah uang yang mereka pinjamkan. Kepada semua orang yang membantunya, Guanghan berjanji akan membayar utangnya.

"Satu hari kelak, saya akan datang kembali, mengetuk pintu dan mengembalikan uang Anda," kata Guanghan saat itu.

Rupanya, Guanghan tidak main-main dengan janjinya itu. Selama 15 tahun berikutnya, dia rela hidup pas-pasan agar bisa menyisihkan uang untuk membayar utang-utangnya. Saat uang yang dikumpulkan sudah cukup, dia akan mendatangi seorang tetangganya dan mengembalikan uang yang pernah dipinjamnya.

Pekan ini, adalah tahun ke-24 Guanghan tak lupa membayar utangnya, dan pekan ini lunas sudah dia membayar seluruh utangnya, kecuali untuk empat keluarga yang pindah dari desa itu dan tidak bisa dihubungi.

Namun, Guanghan tetap berencana untuk melacak keberadaan keempat bekas tetangganya itu dan mengembalikan uang mereka. Keteguhan Guanghan memegang janji memang berimbas pada kehidupannya. Pendapatannya yang rendah membuat dia dan istrinya harus hidup di sebuah gubuk satu kamar yang nyaris tanpa perabotan.

Sangat menakjubkan melihat Guanghan mampu menyisihkan uang yang seharusnya bisa dia gunakan untuk membeli keperluan sehari-hari. "Saya tak mempunyai pilihan. Janji adalah janji dan saya tak bisa mengambil tanpa memberi sesuatu," kata dia.

Di samping itu, Guanghan juga harus merawat sang istri, yang meskipun nyawanya terselamatkan, tetapi menjadi lumpuh akibat kecelakaan itu. Setiap pagi selama 24 tahun Guanghan secara rutin memandikan lalu memberi istrinya makan. Semuanya dilakukan karena Guanghan yakin rumahnya akan kosong tanpa kehadiran sang istri.

Meski Guanghan sudah membayar lunas semua utangnya, dia tetap menyimpan buku kecil berisi catatan nama-nama tetangga yang membantu memberi pinjaman uang.  Dia berniat mewariskan buku itu kepada anak cucunya agar mereka tak pernah melupakan jasa orang-orang yang menyelamatkan nyawa sang ibu. "Jangan pernah tidak berterima kasih," kata Guanghan penuh ketulusan. 

SUMBER: http://rizkimegasaputra.blogspot.com/2014/05/biayai-istri-yang-sakit-petani-ini.html

Baca KISAH BIGMOTIVASI LAINNYA

Baca Selengkapnya 24 Tahun Rela Mencicil Hutang, Demi Biayai Istri yang Sakit

Kisah Tempe dan Telur Mata Sapi Buatan Ibu

 

Perjuangan seseorang demi mengurus kebahagiaan keluarga kecilnya tak dapat dibandingkan dengan hal apapun. Sepanjang hari ibu melakukan segala hal yang terbaik untuk anggota keluarganya.

Ibu yang bangun sejak pagi, tak kenal lelah bekerja keras sepanjang hari. Ia membereskan rumah seorang diri, hingga tiba jam makan malam pun ibu masih saja sibuk sendiri di dapur kecil kami.


Tepat jam tujuh malam ibu selesai menghidangkan makan malam untuk ayah, sangat sederhana, berupa telur mata kerbau, tempe goreng, sambal ikan bilis dan nasi.


Sayangnya, kerena sibuk mengurusi adik yang merengek, tempe dan telor gorengnya sedikit hangus.
Saya melihat ibu sedikit panik, tapi tidak dapat berbuat apa. Minyak goreng pun sudah habis.

Kami menunggu dengan tegang, apa reaksi ayah yang pulang kerja? Sudah letih, kemudian melihat makan malamnya hanya dengan tempe dan telur hangus.
Namun sungguh luar biasa! Ayah dengan tenang menikmati dan memakan semua yang disiapkan ibu dengan senyuman yang tak hilang dari pandangan.

Ayah bahkan berkata,
“Bu terima kasih ya!” Lalu ayah juga menanyakan kegiatan saya dan adik di sekolah.

Selesai makan, masih di meja makan, saya mendengar ibu meminta maaf kerana telor dan tempe yang hangus itu.


Dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan:

“Sayang, aku suka telor dan tempe yang hangus.”
Sebelum tidur, saya pergi ke bilik ayah dan bertanya, “Apakah ayah benar-benar menyukai telur dan tempe hangus?”

Ayah memeluk saya dengan kedua lengannya erat sekali sambil berkata,
“Anakku, ibu sudah bekerja keras sepanjang hari dan dia benar-benar sudah letih . Jadi, sepotong telor dan tempe yang hangus tidak akan menyakiti siapa pun anakku.”
Ini pelajaran yang saya praktikkan di tahun-tahun berikutnya, “Belajar menerima kesalahan orang lain adalah kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh & abadi.”
 
Sumber: http://www.zulfanafdhilla.com/2013/06/kisah-tempe-telur-hangus.html#ixzz3FdQI0gCj



Baca SelengkapnyaKisah Tempe dan Telur Mata Sapi Buatan Ibu

Semangat Luar Biasa Atlet Renang Tanpa Kaki

Ujian yang mahaberat, jika disikapi dengan pikiran terbuka dan jiwa yang lapang, bisa mengobarkan semangat perjuangan yang tak gampang padam. Dan, semangat itulah yang dikobarkan seorang bocah bernama Qian Hongyan.

Kita memang kadang perlu belajar dari seorang bocah. Jika kita ingat kembali, semangat sebagai anak-anak sangat kuat untuk menerjang semua halangan dan tantangan. Satu contoh nyata adalah saat kita belajar berjalan. Meski jatuh berkali-kali, sebagai seorang bocah kita tentunya terus berusaha hingga benar-benar bisa berjalan seperti saat ini.

Dan, semangat ala bocah inilah yang-barangkali-mampu menjadi "bara api" yang terus menyala di tengah gelap dan kerasnya ujian bagi sesosok anak berusia belasan dari negeri China, Qian Hongyan. Ujian yang menimpa Qian memang sangat berat. Betapa tidak, di usianya yang masih sangat dini-tiga tahun (tepatnya pada bulan Oktober 2000)-ia mengalami kecelakaan fatal yang mengakibatkan separuh tubuhnya hingga batas pinggang harus diamputasi.

Kondisi itu diperparah lagi dengan keadaan ekonomi orangtua Qian yang tidak berkecukupan. Karena itu, keluarga gadis cilik yang tinggal di Zhuangxia, China itu tak mampu memberikan kaki palsu untuk Qian. Sebagai gantinya, keluarga tersebut menyangga tubuh Qian dengan potongan bola basket. Sebuah solusi yang jauh dari kata nyaman, seperti kaki-kaki palsu lainnya.

Namun, meski tumbuh dengan keterbatasan, Qian membuktikan bahwa dunia belumlah tamat bagi dirinya. Ia tumbuh menjadi gadis yang periang dan murah senyum-seolah-olah tak terjadi suatu apa pun dalam dirinya. Dengan memantulkan bola basket di bagian bawah tubuhnya, dan dibantu penyangga untuk membantunya bergerak, Qian tetap bisa menjadi bocah lincah layaknya kebanyakan anak normal.

Bersiap Mendunia ...

Dengan kekurangan di tubuhnya, Qian pantang berputus asa, meski ia belum tahu bagaimana masa depannya kelak serta bagaimana ia bisa mengubah hidupnya dengan kondisinya saat itu. Hingga, suatu ketika ia mendatangi sebuah pertandingan olahraga nasional yang diselenggarakan di Kunming pada bulan Mei 2007. Di sana, benih yang menumbuhkan cita-citanya bertumbuh.

Saat itu, Qian setiap hari menyaksikan perjuangan beberapa atlet cacat yang ikut menyemarakkan pertandingan. Melihat perjuangan rekan senasib yang bertubuh cacat, hati Qian pun tergerak. Jika orang lain mampu berprestasi di bidang olahraga meski dengan tubuh cacat, mengapa dia tidak melakukan hal yang sama? Pikiran itulah meletupkan cita-cita Qian Hongyan untukikut menjadi seorang atlet.

Maka, selepas acara olahraga nasional tersebut, tekad Qian segera diwujudkan dengan bergabung di sebuah klub renang khusus. Tekad itu didukung sepenuhnya oleh orangtua Qian. Maka, mereka pun mendatangi Zhang Honghu, seorang pelatih yang terkenal banyak menjadikan perenang cacat sebagai juara di kejuaraan renang. Qian meminta kesempatan kepada Zhang untuk dilatih menjadi seorang seorang juara.



 
Zhang yang dikenal sebagai pelatih bertangan dingin hanya mengatakan bahwa semua tergantung pada kemauan dan tekad Qian. Sebab, menurutnya, dengan kekurangan separuh tubuh yang tak dimilikinya, agak sulit bagi Qian untuk berenang dengan hanya mengandalkan kedua lengannya. Tetapi, tekad sangat kuat Qian rupanya berhasil memikat Zhang. Maka, ia pun memberikan porsi latihan khusus bagi Qian agar lebih mampu menyeimbangkan kedua bahu dan lengannya.

Kepercayaan Zhang pun dijawab dengan kesungguhan Qian. Dengan porsi latihan cukup berat, apalagi dengan kesulitan yang dialami sejak awal latihan, Qian tak pernah sekali pun mengeluh. Baginya, impian untuk menjadi atlet adalah cita-cita yang tak boleh padam. Dalam sehari, setidaknya jarak 2000 meter ditempuh Qian di arena air untuk melatih otot-ototnya. Selain itu, latihan lain seperti sit-up, mengangkat beban, hingga berbagai jenis latihan dilakukannya dengan bersemangat.

Semangat inilah yang membuat Qian kini dikenal di seantero China dan bahkan dunia. Kisah hidup dan tekad kuatnya telah menginspirasi banyak orang agar mampu mendobrak segala keterbatasan. Kisah Qian banyak dimuat di berbagai media baik cetak maupun online sehingga mengangkat namanya. Kini, ia ingin mendunia denganusahanya mewakili China pada tahun 2012 pada kejuaraan renang di olimpiade khusus orang cacat. Tak tanggung-tanggung, Qian mematok target menjadi juara dunia renang pada kejuaraan olimpiade tersebut. Dia bekerja keras untuk mewujudkan impiannya tersebut. Jika melihat kesungguhan dan tekadnya, sepertinya impian itu tak mustahil untuk dicapai. Sebab, sejatinya kesungguhan dan tekad kuat yang dilandasi kerja keras akan mampu menaklukkan segala tantangan.

Orang-orang dengan keterbatasan fisik semacam Qian biasanya tidak mendapat tempat di masyarakat luas. Mereka lebih sering dianggap beban daripada potensi yang terpendam. Itu sebabnya kebanyakan kaum difable (cacat) cenderung tersisih. Tetapi justru Tuhan menghadirkan mereka dalam kehidupan kita untuk mencelikkan ‘kebutaan’ kita akan kebesaran-Nya dalam memakai siapapun juga.

Sesungguhnya, kita berhutang kepada mereka yang tak mau menyerah kepada nasib, kepada keadaan dan kepada apa yang disebut oleh banyak orang sebagai takdir.

Tak ada cacat yang bisa memadamkan semangat hidup yang tetap berkobar bagi manusia yang tak pernah menyerah.:EVERYONE IS NUMBER ONE.

Ya, setiap orang adalah nomor satu! Tidak ada yang nomor dua! Semangat takkan pernah padam oleh keadaan selama kita masih belum menyerah!!

Bila yang cacat saja bisa berjuang dan mengalahkan kelemahannya untuk menjadi yang terbaik dan nomor satu, Jika Qian saja mampu, bagaimana dengan kita? mengapa kita yang masih sempurna justru menyerah pada keadaan?

Sumber: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=243159489156603&set=a.205037469635472.45107.203846879754531&type=1&permPage=1
Baca SelengkapnyaSemangat Luar Biasa Atlet Renang Tanpa Kaki

Kejujuran Tukang Becak yang Diangkat Anak oleh Jenderal TNI

Hari itu Makassar begitu mencekam. Kerusuhan berbau Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) meletus di ibukota Sulawesi Selatan. Toko-toko dan rumah milik warga keturunan dijarah kemudian dibakar.

Dalam kerusuhan 15-17 September 1997 itu Sekitar 2.000 rumah dan toko hancur, dibakar dan dijarah. Tak kurang dari 80 mobil dan 150 sepeda motor jadi sasaran amuk massa. Total kerugian mencapai Rp 17,5 miliar.

Tragedi ini dikenang sebagai Peristiwa September. Saat itu Panglima Kodam Wirabuana dipegang Mayjen Agum Gumelar. Saat patroli, Agum melihat seorang pemuda duduk di atas becaknya. Sementara ribuan orang lain sibuk menjarah toko-toko yang terbakar.

Mayor Jenderal Agum yang berpakaian sipil bertanya pada pemuda itu kenapa tidak ikut menjarah. Jawaban tukang becak bernama Mustafa tersebut mengejutkan Agum.

"Itu perbuatan haram. Saya tidak pernah diberi makan barang haram oleh orangtua saya," kata Mustafa tegas.

Kisah ini dituliskan Agum dalam biografinya Agum Gumelar Jenderal Bersenjata Nurani terbitan Pustaka Sinar Harapan 2004. Agum kagum pada pemuda itu. Dia kemudian memberi uang Rp 20.000, tapi Mustafa menolaknya. Mustafa tidak tahu berhadapan dengan seorang Panglima Kodam.
Setelah Kapolres dan Komandan Kodim ikut mendesak, barulah Mustafa menerimanya. Uang dari Agum pun tak dipakai oleh Mustafa. Dia hanya menyimpannya saja.

Mustafa pemuda jujur berkemauan besar. Meninggalkan kampungnya di Janeponto demi melanjutkan SMA di Makassar. Mustafa tak mau hanya jadi lulusan SMP dan jadi petani. Dia punya mimpi sekolah setinggi-tingginya. Demi sekolah, pemuda belasan tahun itu jadi penarik becak. Sehari-hari, dia ditampung oleh pamannya. Mustafa juga baru tahu setelah koran-koran ramai memberitakan Pangdam Wirabuana mencari tukang becak untuk diberi penghargaan sebagai teladan. Akhirnya bertemulah Mustafa dengan Agum Gumelar.

Agum kemudian mengangkat Mustafa sebagai anak angkat. Dia menanggung semua biaya sekolah Mustafa. Agum juga mengajak Mustafa tinggal di rumah dinas Pangdam. Pada 1998, Agum dipindah ke Jakarta. Dia berniat mengundang Mustafa untuk mengikuti perayaan sumpah pemuda di ibukota. Namun rupanya ada kabar duka dari Makassar. Mustafa sudah meninggal dunia. Ternyata sudah lama Mustafa sakit-sakitan. Dia tak pernah menyampaikan hal itu pada Agum.

Penarik becak yang jujur itu sempat dirawat di sebuah rumah sakit, tapi karena tak ada biaya perawatan hanya asal-asalan. Agum melayat ke Janeponto, dia disambut ribuan warga. Secara tak resmi, Mustafa diangkat jadi pahlawan kejujuran dari Janeponto. Mereka semua berduka atas kematian seorang pemuda yang layak jadi teladan.

SUMBER: http://www.dream.co.id/your-story/kejujuran-tukang-becak-yang-diangkat-anak-oleh-jenderal-tni-141009y.html
 
 Baca KISAH MOTIVASI LAINNYA

Baca SelengkapnyaKejujuran Tukang Becak yang Diangkat Anak oleh Jenderal TNI

Jumat, 10 Oktober 2014

Mahasiswa Juara Kalkulus Itu Pedagang Asongan

Gapailah cita-cita setinggi langit. Sepertinya istilah itu cocok bila dikaitkan dengan semangat yang dimiliki seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di kota Solo, Jawa Tengah itu.

 Jam menunjukkan pukul 23.00. Dingin di malam itu masih menusuk, berjejeran pemuda terlihat sedang asik dengan laptopnya sambil membuka buka buku catatan kuliahnya. Mereka duduk berbaris di kursi depan perpustakaan pusat ITS, sengaja menghasbiskan malam disana agar bisa menyelesaikan tugas kuliahnya dengan fasilitas wifi yang ada. Dan dari kejauhan terlihat seorang pemuda yang berbadan kecil, terlihat membawa thermos sambil membawa tas ransel di punggungnya, dia sedang melayani seorang mahasiswa yang ingin menikmati kopi panas untuk melawan kantuk di tengah dinginnya malam.
Ya, ini bukan novel atau cerpen. Ini adalah cerita nyata, mungkin anda masih penasaran siapakah pemuda itu? Coba tebak hayo!!!Wah maaf jawaban anda salah, bukan dia bukanlah pedagang asongan atau pemuda kampung sekitar ITS yang mau berjualan , namun dia adalah mahasiswa ITS juga. Ya hati saya luluh ketika mendengar cerita pemuda ini, begitu dahsyatnya dia berjuang untuk memperjuangkan hidupnya. Ya di tulisan ini saya akan menceritakan pemuda ini. Namun saya tak akan menyebutkan namanya.
 Sebut saja fulan. SI fulan ini adalah salah satu mahasiswa ITS yang belajar di Sang Juara pada semester lalu. Dia belajar mata kuliah kalkulus di Sang Juara School. Jujur saya sendiri sudah kagum pada pemuda satu ini, kelas kami dimulai pukul 19.00. Namun dia selalu datang lebih awal dari lainnya, melakukan shalat isya dulu di masjid (kebetulan lokasi belajar berada di depan masjid) dan hebatnya lagi dia malah membantu untuk membersihkan dan merapikan kelas sebelum kelas dimulai.

Dan cerita kekaguman saya masih berlanjut, malam itu saya ada urusan di kampus dan berjalan menyusuri lorong pukul 21.15 untuk menuju parkiran. Dan saya pun berpapasan dengan dia, dan kami pun saling sapa. “Hai fulan, lagi ngapain disini?Ko bawa thermos?”tanya saya. “Ya mas, saya jualan minuman kayak gini tiap malam, kebetulan banyak mahasiswa yang lembur, jadi banyak yang butuh minum dan cemilan namun malas keluar”jawab dia. Rasa rasanya ada embun sejuk yang menetes dalam hati saya waktu itu. Bagimana bisa mahasiswa ini di saat yang lainnya belajar dan mengerjakan tugas, dia keliling layaknya pedagang asongan dan melayani satu per satu teman sebayanya yang memesan minuman tanpa rasa malu sedikitpun.
 Dan selang beberapa bulan saya tidak bertemu, saya pun malam itu sengaja menemuinya karena memang ada sedikit keperluan dengannya. Kami bertemu pukul 23.15 di kampus, kebetulan malam itu dia juga sedang bekerja seperti biasanya. Dan dia pun banyak bercerita, dia adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Ayahnya seorang tukang batu, sedangkan ibunya adalah buruh kebersihan. Sebenarnya dia juga mendapatkan beasiswa bidik misi, perbulannya mendapatkan Rp 600.000, jumlah yang cukup untuk menunjang hidupnya selama kuliah. Namun dia tak mau berpasrah diri, jangankan meminta orang tua untuk biaya kuliahnya, diapun saat ini juga mengirim hasil keringatnya untuk orang tuanya di rumah. Makanya dia tak segan untuk melakukan hal itu, jualan keliling kampus tiap malam.
  •  Ketika saya tanya berapa keuntungannya?Dia menjawab satu malam dia dapatkan sekitar 40 ribu dari usahanya itu dan dia bekerja selama 4 hari dalam satu minggu. Cukuplah untuk kirim ke orang tua. Leleh rasanya hati ini, dan ketika saya tanya lagi, “Ko kamu bawa tas ransel juga pas jualan?”. “Iya mas, ini isinya logistik jualan sama buku, kadang ketika memanaskan air butuh waktu 15 menitan, daripada nganggur saya manfaatkan untuk belajar, karena saya harus kuliah lagi jam 7 pagi sampai malam, jadi belajarnya ya begini ini”. Semakin leleh rasanya hati ini.

 Di saat teman2 sebayanya bangga dengan prestasi menang lomba ini dan itu, dia pun bangga karena tiap bulan bisa mengirim uang ke orang tuanya. Jadi teringat film KCB, betapa azzam harus berjuang untuk kirim uang bagi keluarganya yang ada di Indoenesia, sementara dia sendiri memilih untuk tak meluluskan diri, sehingga bisa terus bekerja di Mesir dan mengirim uang tiap bulannya. Sementara di sisi lain, Furqon dengan enaknya menikmati fasilitas yang ada sehingga untuk mendapatkan prestasi di kuliah pun dengan mudah.

Namun bagaimana akhir kisahnya?Siapa yang lebih bahagia?Ya karena perjuangan kita hari ini tak ada yang sia sia, jika kita hari ini sibuk dengan berjuang, yakinlah masa depan anda akrab dengan kemenangan. Lebih baik puasa hari ini daripada puasa di masa depan, lebih baik susah sekarang daripada susah di masa depan. Dan untuk menjadi mahasiswa inspiratif, tak perlu piala piala memenuhi rakmu. Cukup berjuang keras dan selesaikan dengan tuntas setiap jalanmu, karena Allah memiliki ujian dan jalan yang berbeda untuk masing masing hambaNya
Sekali lagi salut untuk Fulan, tak perlu malu, terus berlari di perjuanganmu, dan berbahagialah di masa depan!!
Disadur dari blog inspiratif : http://miftakhulfalah.blogspot.com/2012/10/inspiring-story-kisah-mahasiswa-asongan.html 
 
 
Baca SelengkapnyaMahasiswa Juara Kalkulus Itu Pedagang Asongan