Sobat Blog Hot Motivasi... kalo seandainya ayah kita tiba-tiba diangkat menjadi
menteri/anggota dewan, gimana ya rasanya? Kebanyakan dari kita pasti
menjawab: alhamdulillah. Tapi ada lho satu anak khalifah Islam yang gak
suka dengan jabatan sang ayah. Menarik, layak dijadikan contoh buat yang
ayahnya seorang pemimpin. Yuk ah simak kisahnya! ^__^
Abdullah bin Faraj (beliau seorang ahli
ibadah), berkata: Aku membutuhkan seorang kuli yang akan bekerja
untukku, maka aku pergi ke pasar melihat-lihat kuli. Tiba-tiba di bagian
akhir aku melihat seorang remaja berkulit kuning langsat tangannya
membawa bungkusan besar. Dia lewat dengan mengenakan jubah serta kain
dari bulu domba kasar. Aku berkata padanya, “Kamu mau kerja juga ?”
Dia menjawab, “Iya”
Aku katakan, “Berapa upah yang kamu minta ?”
Dia menjawab, “Satu dirham dan satu daniq (Total tujuh daniq).”
Aku katakan, “Berdirilah, dan bekerja padaku”
Dia berkata, “Dengan satu syarat. Jika
telah datang waktu Zuhur, aku akan keluar wudhu shalat kemudian kembali
bekerja, dan jika datang waktu Ashar demikian pula”
Aku kataka, “Ya”
Kemudian ia mengikuti aku sampai rumah
dan langsung mengencangkan tali pinggang, bekerja serta tidak berbicara
sepatah katapun sampai tiba waktu Dzuhur dan berkata kepadaku, “Wahai
Abdullah, muadzin telah, mengumandangkan adzan Dzuhur”
Aku menjawab, “Terserah engkau saja”.
Kemudian dia keluar shalat dan kembali
bekerja dengan giat sampai ketika telah tiba waktu Ash,ar, ia berkata
lagi kepadaku, “Wahai Abdullah muadzin telah mengumandangkan adzan
Ashar”.
Aku menjawab, “terserah engkau saja”
Kemudian ia keluar shalat Ashar dan kembali bekerja sampai senja hari. Akupun memberikan upahnya dan ia bergegas pulang.
Sampai setelah beberapa hari setelahnya
aku membutuhkan kuli kembali, maka istriku berkata kepadaku, “Suruh
saja kuli muda yang kemarin itu, karena ia bekerja dengan sangat
bagus!” Akupun mendatangi pasar akan tetapi aku tidak melihat remaja
itu. Lantas aku bertanya pada orang-orang dan mereka menjawab, “Kamu
bertanya tentang remaja kuning langsat yang tidak muncul kecuali pada
hari sabtu saja dan ia senantiasa duduk sendirian di bagian belakang.”
Akupun pulang dan kembali ke pasar pada hari sabtu, aku mendapatinya
dan bertanya kepadanya, “Kamu mau bekerja lagi?”
Dia menjawab, “Kamu telah mengetahui upah serta syarat yang aku ajukan”
Aku berkata, “Aku memohon petunjuk Allah”
Ia pun bangkit dan bekerja dengan baik
sebagaimana waktu yang lalu. Ketika ia telah selesai dari pekerjaannya,
aku memberikan upah dan menambahinya, akan tetapi ia tidak mau
menerima tambahan upah tersebut.
Aku pun membujuknya agar mau
menerimanya. Akan tetapi ia justru marah dan meninggalkanku sendirian.
Aku merasa sedih karenanya dan berusaha menyusulnya. Aku berhasil
menyusulnya dan membujuknya, akhirnya ia mau mengambil upahnya saja
dengan tanpa tambahan.
Setelah berlalu beberapa waktu lamanya,
aku membutuhkan kuli lagi, maka aku menunggu sampai tiba hari sabtu,
akan tetapi aku tidak mendapati remaja tadi di pasar. Aku lantas
bertanya pada orang-orang tentang keadaannya. Dikatakan kepadaku bahwa
remaja itu sakit.
Ada seseorang yang memberikan kabar
mengenai keadaan remaja tadi bahwa ia bekerja dari hari sabtu ke hari
sabtu yang lain, dan ia makan setiap harinya dengan satu daniq dan ia
sekarang sakit (maknanya ia hanya bekerja satu hari saja dan
mendapatkan tujuh daniq, setiap harinya ia gunakan satu daniq untuk
makan, sisa hari yang lain/6 hari ia gunakan untuk belajar agama).
Akupun bertanya tentang lokasi rumahnya dan mendatanginya, rupanya ia tinggal dirumah seorang nenek tua. Aku kemudian masuk menemuinya, ia
benar-benar sakit dan di bawah kepalanya terdapat batu bata sebagai
bantal. Aku mengucapkan salam padanya dan berkata, “Apakah engkau
membutuhkan bantuan?”
Ia menjawab, “Iya, jika tidak merepotkanmu”
Aku berkata, “Tidak merepotkan insya Allah”
Ia berkata, “Apabila aku mati nanti maka
juallah ini, dan cucilah jubahku serta kain bulu kambing ini kemudian
kafanilah aku dengannya . Bukalah saku jubahku karena di dalamnya ada
sebuah cincin, ambillah cincin itu kemudian perhatikanlah kapan Harun
Ar Rasyid lewat di suatu jalan, dan berdirilah di lokasi yang
memungkinkan bagi dia untuk melihatmu. Panggilah ia dan perlihatkan
cincin itu maka ia akan memanggilmu. Setelah itu serahkanlah cincin itu
kepadanya dan jangan kamu melakukan semua ini kecuali setelah aku
mati.”
Setelah ia meninggal dunia aku
melaksanakan apa yang ia perintahkan, dan aku memperhatikan hari di
mana Harun Ar Rasyid lewat di suatu jalan. Aku pun duduk di pinggir
jalan, ketika ia lewat aku memanggilnya, “Wahai amirul mukminin, aku
memiliki titipan untuk engkau,” sambil aku memperlihatkan cincin
permata. Ia pun memerintahkan untuk membawaku bersamanya, ketika ia
memasuki rumahnya, ia menyuruh orang yang bersamanya agar keluar lantas
bertanya kepadaku, “Siapa engkau ini?”
Aku menjawab, “Abdullah bin Al Faraj”
Ia bertanya lagi, “Cincin ini dari mana engkau mendapatkannya?”
Kemudian aku menceritakan kisah remaja
yang aku temui. Tiba-tiba ia berlinangan air mata dan menangis
terisak-isak sampai aku merasa iba kepadanya. Setelah ia agak tenang
aku bertanya kepadanya, “Wahai amirul mukminin, siapakah remaja itu
sebenarnya?”
Ia menjawab, “Ia adalah anakku”
Aku bertanya kembali, “Bagaimana hal ini bisa terjadi?”
Ia menjawab, “Ia dilahirkan sebelum aku
menjabat sebagai khalifah, dan ia tumbuh menjadi anak yang shalih, ia
menghafal al Qur’an dan mempelajari ilmu syar’i. Ketika aku diangkat
menjadi khalifah ia meninggalkan aku dan tidak mau menikmati harta
dunia yang aku miliki sedikitpun juga.
Maka aku menyerahkan cincin ini kepada ibunya, ia adalah permata yang sangat mahal harganya.
Aku berkata kepada ibunya, serahkan
cincin ini kepada anak kita dan mintalah agar ia membawanya dan
memanfaatkannya suatu hari kelak, Ia adalah seorang anak yang sangat
berbakti kepada ibunya. Semenjak ibunya meninggal aku tidak pernah lagi
mendengar kabarnya kecuali kabar yang telah engkau sampaikan kepadaku”
Kemudian Harun Ar Rasyid berkta lagi kepadaku, “Malam ini keluarlah bersamaku menuju kuburan anakku”
Ketika malam telah tiba ia keluar
bersamaku menuju kuburan anaknya, manakala kami sampai di kuburan
anaknya, ia duduk di samping kuburan dan menangis terisak-isak, sampai
ketika fajar telah terbit kami bangun dan kembali lagi.
Harun Ar Rasyid berkata kembali, “Berjanjilah senantiasa menemaniku setiap malam untuk berziarah ke kuburan anakku."
Aku pun berjanji untuk senantiasa
menemaninya berziarah setiap malam. “Aku sungguh tidak mengetahui bahwa
remaja itu anak khalifah sampai Harun Ar Rasyid memberitahuku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar