Sabtu, 26 Juli 2014

Singgih S. Kartono: JAWARA INTERNASIONAL PRODUK LOKAL

Sobat, pernah dengar kota Metropolis atau Gotham City? Rasanya tak berlebihan jika dibilang banyak orang di seluruh dunia pernah mendengar dua kota tersebut apalagi penggemar komik superhero keluaran Marvel. Yupz, Metropolis adalah tempat tinggal Clark Kent alias Superman sedangkan Gotham City tiada lain rumah dari superhero Batman. Dua kota tersebut begitu akrab di benak banyak orang karena komik dan filmnya yang mendunia. Padahal kalau kita mencoba mencarinya di google earth sekalipun, tentu tak kan ditemukan karena keduanya adalah kota fiksi.

Lalu pernahkah kita mendengar daerah Kandangan, Sob? Wew, jangan ngaku creative wannabe kalau tidak tahu kota kecamatan yang terletak di Temanggung, Jawa Tengah ini. Karena pecinta produk ecodesign dan praktisi industri kreatif di luar negeri sangat akrab dengan daerah yang belum lama ini jadi tuan rumah The 1st International Conference on Village Revitalization. Ya, karena Kandangan adalah tempat lahirnya radio kayu yang telah menembus pasaran Eropa, Amerika Serikat dan juga Jepang, Radio Magno.

Local Hero Bernama Singgih S. Kartono
Creative enthusiast di Indonesia tentu kenal dengan Singgih Susilo Kartono, owner dari Piranti Works di mana Radio Magno diproduksi. Pria lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ini pernah diundang di program Kick Andy dan profilnya serta Radio Magno sering diulas di berbagai media baik dalam maupun luar negeri.  Alhamdulillah… pada Rabu (9/7/2014) lalu, penulis berkesempatan untuk bertemu dan sharing langsung dengan beliau.

Menarik ketika anak muda dari daerah berlomba-lomba pergi ke kota mengukir karya serta prestasi di sana, di tengah kegalauan apa yang harus dilakukannya setelah lulus kuliah, Singgih memilih untuk pulang kembali ke tempat kelahirannya, Kandangan.

“Kebetulan saya nggak suka kehidupan di kota. Saya perhatikan di desa banyak perubahan namun sifatnya fisik. Sedangkan mentalitas penduduknya nggak berubah. Padahal desa punya potensi yang besar. Desa adalah komunitas yang punya ketahanan pangan dan kehidupan sosial yang lebih sehat. Saya dibesarkan di desa. Orang yang paling besar investasinya untuk saya adalah orang desa. Dan saya ingin mengembalikan investasi itu ke orang desa.” Tutur bungsu dari lima bersaudara.

Jangan dikira Singgih sudah merencanakan dan mempersiapkan segalanya dengan matang hingga Radio Magno jadi brand dunia seperti sekarang. Malah dia mengaku bukan seorang tipe planner yang baik dan orang tuanya pun tak mendukung ketika dia memutuskan kembali ke desa. Tapi justru karena itu yang membuatnya mengabaikan rasa takut. Jika direncanakan dengan matang mungkin dia akan takut dan membuatnya tak jadi kembali ke desa.

 
Proses Panjang Menemukan Radio Magno
“Kebanyakan anak muda hanya meniru tren visual dan fisiknya saja. Mereka berharap apa yang dimulai dan hasilnya akan sama, padahal berbeda. Dalam proses pengalaman itu lah dia akan menemukan sesuatu yang sesuai dengan dirinya.” Ujar Suami dari Tri Wahyuni ini.

Ya, Radio Magno bukanlah produk yang pertama Singgih buat. Tahun 2004 Piranti Works berdiri, Singgih membuat alat-alat kantor dengan menggunakan media kayu sebagai bahan utamanya seperti tempat pulpen, stapler, tempat selotip juga kaca pembesar. Pada akhirnya kaca pembesar (magnifying glass) menjadi inspirasi bagi Singgih untuk memberi nama brandnya Magno.

Perjalanan Radio Magno berawal saat Singgih mengajukan konsep radio kayu sebagai proyek tugas akhir kuliahnya di Institut Teknologi Bandung. Kemudian pada tahun 1997 Singgih memenangkan kompetisi yang diadakan International Design Resource Association (IDRA)  di Seattle, USA, dengan produk “Crafts Radio”. Sebelum membuka usaha sendiri, Singgih bekerja di tempat lain sampai akhirnya perusahaan itu bangkrut.

Icon Dunia Berwawasan Lingkungan
Pada Desember 2006, Radio Magno mulai dipasarkan di Jepang dan mendapat sambutan yang positif. Berbagai situs mengulas Magno dan konsep usahanya yang ramah lingkungan. Puncaknya Singgih mendapat penghargaan Good Design Award/G-Mark 2008, Jepang. Berbagai penghargaan internasional yang diraih Singgih seperti Design for Asia Award, HKDC Hongkong 2009, Brit Insurance Design of the Year 2009, Product Design Category, Design Museum-London UK 2009, Design Plus Award, Ambiente Frankfurt, Germany 2009 menjadikan Radio Magno sebagai worldwide icon for modern ecodesign. Kini Radio Magno sudah membanjiri pasar Amerika Serikat, Jepang, Eropa, Hongkong, Cina, Australia dan Brazil.

“Ketika penyeragaman terjadi, lokal dan orisinal akan mengalahkan barang yang diproduksi secara masal. Banyak kesempatan untuk jadi lokal brand yang mendunia. Yang diperlukan talent, pengetahuan, kemauan dan terutama keberanian buat memulai.” ujarnya.

Produknya yang unik dan berkualitas tinggi serta kesadaran masyarakat dunia akan lingkungan mendapatkan momentumnya, jadilah Radio Magno mendapat tempat di hati masyarakat dunia. Daya beli serta kesadaran lingkungan yang lebih baik membuat Singgih sejak awal mengincar pasar luar negeri. Singgih punya prinsip dasar dalam menggunakan kayu untuk produksi Radio Magno, less wood more works. Kayu yang digunakan oleh satu orang perajin dalam setahun hanya menebang beberapa pohon saja, sedangkan ribuan bibit gratis diberikan pada masyarakat sebagai bentuk pelestarian alam. Uniknya pembibitan sengon, mahoni, sonokeling dan pinus lebih banyak memakan lahan di pabrik Piranti Works dibandingkan tempat workshop membuat Radio Magno.

Idealisme Kedesaan Solusi Permasalahan Negeri
Satu hal yang spesial dari Singgih adalah dia melakukan semua aktivitas kreatifnya berbasis pedesaan.  Menurutnya solusi dari berbagai permasalahan bangsa ini harus dimulai dari desa.
”Industri kreatif bisa masuk ke desa-desa. Karena tiap desa punya keunikan namun belum terpakai. Yang terjadi ketidakseimbangan antara kota dan desa serta ketidaktepatan mempercepat pembangunan di Indonesia. Fondasi desa yang harusnya kuat dan kota jadi titik temu. Kalau desanya makmur, apa mau warganya pindah ke kota?” ujarnya retoris.

Percepatan pembangunan dari desa bukan sekedar wacana bagi Singgih. Dia menyelenggarakan Konferensi Internasional Revitalisasi Pedesaan (The 1st International Conference on Village Revitalization) pada 16-21 Maret 2014 lalu. Berbeda dengan konferensi lainnya, Singgih mengambil tempat daerah Papringan yang penuh dengan pohon bambu sebagai lokasi konferensi. Padahal Papringan yang berada di tengah Desa Kelingan itu cukup sulit akses transportasinya hingga Singgih harus mengeluarkan kocek pribadinya untuk membangun jalan. Tapi hal itu tak menghalangi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Marie Elka Pangestu serta peserta dari Jepang, Hongkong, Thailand dan Singapura untuk datang. Singgih juga menggandeng International Conference of Design for Sustainability (ICDS)  Jepang untuk menggelar konferensi yang bertema It’s time Back to Village ini.

Selama konferensi berlangsung, para peserta menggunakan sepeda bambu “Spedagi” sebagai transportasi lokal. Spedagi sendiri akronim dari ‘sepeda-pagi’ sebuah aktivitas bersepeda dengan track pedesaan di wilayah Desa Kandangan dan desa-desa sekitarnya. Spedagi menggunakan sepeda bambu dan track pedesaan untuk menarik external resources agar datang dan tinggal bersama warga desa melakukan proyek-proyek revitalisasi desa. Spedagi digagas oleh Singgih juga merupakan aktivitas CSR dari Piranti Works.

Menurut Singgih, orang pintar jangan cuma terkonsentrasi di kota dan bidang-bidang tertentu saja. Mereka dibutuhkan oleh desa. Ada banyak permasalahan di desa yang membutuhkan pemikir-pemikir untuk menyelesaikannya. Di level fungsional seperti pengrajin misalnya, harus ada orang-orang yang baik, kompetitif dan punya integritas. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, pemda dan kampus untuk menyelesaikan permasalahan di desa.



Siapa Orang Kreatif Itu?
Ada ucapan menarik dari Singgih ketika dia mendefinisikan siapa itu orang kreatif dan bagaimana anak muda menjadi kreatif.

“Orang kreatif adalah orang yang membebaskan diri dari inferioritas. Dia berani mengolah sesuatu yang identik dengan diri, lingkungan dan latar belakangnya. Itu yang bisa menjadikan anak muda kreatif. Penting bagi anak muda bisa melihat potensi masa depannya.” tegasnya.

 Lalu apa yang membuat Singgih bisa sukses melewati semua hambatan dalam mengembangkan Piranti Works, melakukan aktivitas kreatif berbasis pedesaan dan berkarya dengan medium kayu, bambu serta tetap menjaga kelestarian alam?

“Idealisme. Penting bagi seseorang punya idealisme. Sesuatu yang dia percayai yang membuatnya teguh dan jadi guidance melakukan aktivitasnya.”

Ya, idealisme bukan sekedar kata atau ide pepesan kosong, Sobat. Singgih Susilo Kartono membuktikannya. Indonesia membutuhkan pemuda-pemuda kreatif untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini.
***
Sumber: http://annida-online.com/artikel-9265-singgih-s-kartono-from-local-hero-to-worldwide-icon.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar