Gapailah cita-cita setinggi langit. Sepertinya istilah itu cocok bila
dikaitkan dengan semangat yang dimiliki seorang mahasiswa di sebuah
perguruan tinggi di kota Solo, Jawa Tengah itu.
Jam menunjukkan pukul 23.00. Dingin di malam itu masih menusuk,
berjejeran pemuda terlihat sedang asik dengan laptopnya sambil membuka
buka buku catatan kuliahnya. Mereka duduk berbaris di kursi depan
perpustakaan pusat ITS, sengaja menghasbiskan malam disana agar bisa
menyelesaikan tugas kuliahnya dengan fasilitas wifi yang ada. Dan dari
kejauhan terlihat seorang pemuda yang berbadan kecil, terlihat membawa
thermos sambil membawa tas ransel di punggungnya, dia sedang melayani
seorang mahasiswa yang ingin menikmati kopi panas untuk melawan kantuk
di tengah dinginnya malam.
Ya, ini bukan novel atau cerpen. Ini adalah cerita nyata, mungkin anda masih penasaran siapakah pemuda itu? Coba tebak hayo!!!Wah maaf jawaban anda salah, bukan dia bukanlah pedagang asongan atau pemuda kampung sekitar ITS yang mau berjualan , namun dia adalah mahasiswa ITS juga. Ya hati saya luluh ketika mendengar cerita pemuda ini, begitu dahsyatnya dia berjuang untuk memperjuangkan hidupnya. Ya di tulisan ini saya akan menceritakan pemuda ini. Namun saya tak akan menyebutkan namanya.
Sebut saja fulan. SI fulan ini adalah salah satu mahasiswa ITS yang
belajar di Sang Juara pada semester lalu. Dia belajar mata kuliah
kalkulus di Sang Juara School. Jujur saya sendiri sudah kagum pada
pemuda satu ini, kelas kami dimulai pukul 19.00. Namun dia selalu datang
lebih awal dari lainnya, melakukan shalat isya dulu di masjid
(kebetulan lokasi belajar berada di depan masjid) dan hebatnya lagi dia
malah membantu untuk membersihkan dan merapikan kelas sebelum kelas
dimulai.
Dan cerita kekaguman saya masih berlanjut, malam itu saya ada urusan di kampus dan berjalan menyusuri lorong pukul 21.15 untuk menuju parkiran. Dan saya pun berpapasan dengan dia, dan kami pun saling sapa. “Hai fulan, lagi ngapain disini?Ko bawa thermos?”tanya saya. “Ya mas, saya jualan minuman kayak gini tiap malam, kebetulan banyak mahasiswa yang lembur, jadi banyak yang butuh minum dan cemilan namun malas keluar”jawab dia. Rasa rasanya ada embun sejuk yang menetes dalam hati saya waktu itu. Bagimana bisa mahasiswa ini di saat yang lainnya belajar dan mengerjakan tugas, dia keliling layaknya pedagang asongan dan melayani satu per satu teman sebayanya yang memesan minuman tanpa rasa malu sedikitpun.
Dan selang beberapa bulan saya tidak bertemu, saya pun malam itu sengaja
menemuinya karena memang ada sedikit keperluan dengannya. Kami bertemu
pukul 23.15 di kampus, kebetulan malam itu dia juga sedang bekerja
seperti biasanya. Dan dia pun banyak bercerita, dia adalah anak pertama
dari 3 bersaudara. Ayahnya seorang tukang batu, sedangkan ibunya adalah
buruh kebersihan. Sebenarnya dia juga mendapatkan beasiswa bidik misi,
perbulannya mendapatkan Rp 600.000, jumlah yang cukup untuk menunjang
hidupnya selama kuliah. Namun dia tak mau berpasrah diri, jangankan
meminta orang tua untuk biaya kuliahnya, diapun saat ini juga mengirim
hasil keringatnya untuk orang tuanya di rumah. Makanya dia tak segan
untuk melakukan hal itu, jualan keliling kampus tiap malam.
- Ketika saya tanya berapa keuntungannya?Dia menjawab satu malam dia dapatkan sekitar 40 ribu dari usahanya itu dan dia bekerja selama 4 hari dalam satu minggu. Cukuplah untuk kirim ke orang tua. Leleh rasanya hati ini, dan ketika saya tanya lagi, “Ko kamu bawa tas ransel juga pas jualan?”. “Iya mas, ini isinya logistik jualan sama buku, kadang ketika memanaskan air butuh waktu 15 menitan, daripada nganggur saya manfaatkan untuk belajar, karena saya harus kuliah lagi jam 7 pagi sampai malam, jadi belajarnya ya begini ini”. Semakin leleh rasanya hati ini.
Di saat teman2 sebayanya bangga dengan prestasi menang lomba ini dan
itu, dia pun bangga karena tiap bulan bisa mengirim uang ke orang
tuanya. Jadi teringat film KCB, betapa azzam harus berjuang untuk kirim
uang bagi keluarganya yang ada di Indoenesia, sementara dia sendiri
memilih untuk tak meluluskan diri, sehingga bisa terus bekerja di Mesir
dan mengirim uang tiap bulannya. Sementara di sisi lain, Furqon dengan
enaknya menikmati fasilitas yang ada sehingga untuk mendapatkan prestasi
di kuliah pun dengan mudah.
Namun bagaimana akhir kisahnya?Siapa yang
lebih bahagia?Ya karena perjuangan kita hari ini tak ada yang sia sia,
jika kita hari ini sibuk dengan berjuang, yakinlah masa depan anda akrab
dengan kemenangan. Lebih baik puasa hari ini daripada puasa di masa
depan, lebih baik susah sekarang daripada susah di masa depan. Dan untuk
menjadi mahasiswa inspiratif, tak perlu piala piala memenuhi rakmu.
Cukup berjuang keras dan selesaikan dengan tuntas setiap jalanmu, karena
Allah memiliki ujian dan jalan yang berbeda untuk masing masing
hambaNya
Sekali lagi salut untuk Fulan, tak perlu malu, terus berlari di perjuanganmu, dan berbahagialah di masa depan!!
Disadur dari blog inspiratif : http://miftakhulfalah.blogspot.com/2012/10/inspiring-story-kisah-mahasiswa-asongan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar